Pandangan Pancasila Didalam Sepakbola Indonesia


Pancasila adalah sebuah ideologi dasar negara Indonesia. Pancasila adalah wujud persatuan bangsa Indonesia diantara banyaknya perbedaan di Negeri ini. Suatu ciptaan manusia yang saya sebut sempurna, Bung Karno seorang nasionalis yang selalu mendahulukan kepentingan negeri ini diantara keentingan lainnya. Tak dipungkiri juga peran tokoh-tokoh yang sangat mencintai negeri ini dengan hati yang tulus demi mewujudkan sebuah bangsa yang kulturan demi menyatukan keberagaman ideologi.
Sepakbola adalah olah raga yang dapat melupakan segala hal, bahkan ketika negeri tercinta ini sedang dalam bencana, harga barang pokok melonjak, sepak bola dapat memberikan sebuah kecintaan akan negeri ini. Dengan 240 juta penduduk tak dipungikri bahwa sepak bola adalah sebuah olah raga yang dicintai banyak kalangan. Soeratin Sosrosoegondo adalah salah satu nasionais yang ingin menciptakan sebuah keberagaman didalam satu tempat. PSSI (persatuan sepak bola seluruh indonesia) 19 April 1930 salah satu ciptaan terbaik negeri tercinta. PSSI adalah wujud dari persatuan pencinta sepakbola seperti pancasila sebagi pemersatu keberagaman. Saya berfikir bahwa sepak bola adalah inspirasi dari Pancasila, tapi itu tidak penting toh semuanya berujung pada persatuan. Adakah kalian melihat anak-anak merebutkan bola dengan suasana kebahagiaan, dengan kerja sama dan kegembiraan setelah berhasil membuat bola melewati kiper.
Kita lihat sepak bola kental dengan pancasila bahkan tak banyak yang menyadari bahwa dunia sepakbola di Indonesia mempunyai pengaruh besar dalam perumusan sila ketiga dalam Pancasila. Dapat dikatakan bahwa rumusan sila ketiga itu lahir dari lapangan hijau, lalu merasuk ke alam pikiran para pendiri bangsa, kemudian menjadi rumusan “Persatuan Indonesia”. Kata “persatuan” dan “seluruh Indonesia” yang tercantum dalam PSSI, kemudian ditangkap oleh para pendiri bangsa dengan mencantumkannya dalam salah satu sila dalam Pancasila, yaitu sila ketiga yang berbunyi: “Per-sa-tuan Indonesia”. Adanya sila “Persatuan Indonesia” tentu tidak dapat dilepaskan dari suasana kebatinan bangsa Indonesia yang ingin bersatu untuk meraih kemerdekaan. Suasana kebatinan diproklamasikan secara tegas melalui organisasi sepakbola dari tingkat daerah sampai tingkat pusat. Bukan rahasia lagi bahwa banyak para pendiri bangsa yang terlibat dalam perumusan Pancasila merupakan penggemar atau bahkan juga pemain sepak bola. PSSI sudah melibatkan Bung Karno dalam kegiatan sepakbola setidak-tidaknya sejak tahun 1932. Setelah keluar dari penjara Sukamiskin, Bung Karno mendapatkan kehormatan dari PSSI untuk melakukan pertandingan resmi dalam pertandingan final Kompetisi PSSI ke-2 di Jakarta. Bung Hatta juga seorang pemain sepak bola yang handal dan tercatat pernah menjadi anggota klub sepak bola di Bandung. Pada tahun 1935, M. Hatta dan Sutan Sjahrir diasingkan ke Boven Digul, sebuah daerah di Papua yang dekat dengan Papua New Guinea (PNG). Pada tahun 1936 kedua tokoh itu akan dipindah ke pulau Banda Neira, Kepulauan Maluku. Untuk itu, pada 1 Februari 1936, tokoh-tokoh perjuangan di Boven Digul mengadakan pertandingan sepakbola untuk melepas kepindahakan kedua tokoh itu ke Maluku.  Sepakbola benar-benar menjadi olah raga perjuangan karena juga menjadi permainan favorit para pejuang kemerdekaan di dalam pembuangan sekalipun.  Tokoh lain yang terlibat dalam perumusan dasar negara Pancasila dalam sidang BPUPKI adalah Liem Koen Hian. Dalam Sidang BPUPKI, tokoh Tionghoa ini selalu menyerukan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam dunia sepakbola, Liem Koen Hian adalah tokoh penting di balik pemboikotan pertandingan sepakbola Belanda di Surabaya.
Banyak tokoh-tokoh kemerdekaan lain yang menjadikan sepakbola sebagai olahraga favoritnya, seperti Tan Malaka, Sutomo, Muhammad Husni Thamrin, Sutan Syahrir, dan lain sebagainya. Ini menegaskan bahwa hubungan antara sepakbola dan pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Secara ringkas, pengaruh dunia sepakbola terhadap perumusan sila “Persatuan Indonesia” dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, organisasi yang menggunakan atau memuat kata “Persatuan” dan “Seluruh Indonesia” sebelum Indonesia merdeka hanya terjadi di dunia sepakbola. Fakta itu seakan-akan memberikan pesan yang jelas kepada para pendiri bangsa bahwa “Persatuan Indonesia” yang secara substansial termuat dalam organisasi sepakbola harus menjadi salah satu sila dalam Pancasila. Kedua, sepakbola sebelum kemerdekaan sudah menjadi olah raga rakyat yang dimainkan oleh lapisan masyarakat Indonesia dalam kondisi kekurangan sekalipun. Nah, jika induk organisasi yang menaungi olah raga rakyat sudah berpesan tentang “Persatuan Seluruh Indonesia” maka pada pendiri bangsa harus menangkap pesan itu sebagai “perintah rakyat” bahwa salah satu dasar dari Indonesia merdeka adalah “Persatuan Indonesia.” Pesan ini ditangkap dengan baik oleh para pendiri bangsa, sehingga salah satu sila dalam Pancasila berbunyi: “Persatuan Indonesia”. Ketiga, organisasi sepakbola dari daerah sampai PSSI secara sadar didirikan sebagai wahana perjuangan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, sebagai tandingan atas induk organisasi yang didirikan oleh Belanda. Karena itu, dari sisi nama pun, PSSI penuh dengan pesan perjuangan dan persatuan. Kata “persatuan” dan “seluruh Indonesia” dalam PSSI mencerminkan semangat perjuangan bahwa untuk meraih kemerdekaan, seluruh Indonesia harus bersatu dan bahu membahu satu sama lain. Keempat, sejak tahun 1930-an, induk organisasi sepakbola PSSI secara sadar selalu melibatkan para pejuang kemerdekaan, terutama Bung Karno dan Bung Hatta, dalam even-even penting, baik untuk melakukan tendangan pertama atau menjadi tamu kehormatan. Karena itu, ketika dalam dunia sepakbola penuh dengan jargon “Persatuan Indonesia” atau “Persatuan Seluruh Indonesia”, maka para pejuang kemerdekaan yang terlibat di dalamnya akan terpengaruh dengan jargon-jargon itu. Kelima, organisasi sepakbola, dari tingkat daerah sampai tingkat pusat, secara sadar didirikan untuk melawan penjajahan atau melawan dominasi penjajah melalui lapangan hijau. Perlawanan ini berangkat dari kesadaran bahwa ketika dominasi penjajah dibiarkan begitu saja, maka bangsa Indonesia tidak akan dapat menikmati olah raga sepakbola dengan baik. Ini merupakan pesan yang jelas, bahwa PSSI juga merupakan organisasi perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ada yang berpandangan bahwa Sumpah Pemuda tahun 1928 merupakan cikal bakal dari persatuan bangsa Indonesia. Pandangan seperti itu tidak salah. Namun harus diingat bahwa Sumpah Pemuda 1928 yang orisinal tidak mencantumkan kata “satu”, melainkan hanya berisi pernyataan bahwa bangsa Indonesia mempunyai tanah air, bangsa, dan bahasa, yaitu Indonesia. Kata “satu” dalam Sumpah Pemuda disematkan kemudian pada 1950-an dalam rangka memantapkan proses pengembalian bentuk negara kesatuan, setelah sebelumnya Indonesia berbentuk serikat. Kenyataan itu membuktikan bahwa organisasi satu-satunya yang menggunakan kata “persatuan” dan “seluruh Indonesia” di tahun 1930-an hanyalah PSSI dan perserikatan-perserikatan yang menginduk kepadanya. Dapat dikatakan bahwa Sumpah Pemuda masih terlalu lemah untuk dinyatakan sebagai pangkal dari semangat persatuan bangsa Indonesia, karena kesepakatan yang dihasilkan tidak menyebut perstatuan secara eksplisit.



Dunia sepakbola telah memberikan pengaruh besar, bahkan terbesar, dalam perumusan sila ketiga dalam Pancasila, yakni sila “Persatuan Indonesia.” Sebelum organisasi pergerakan menyebut “Persatuan Indonesia”, dunia sepakbola sudah menjadikan kata itu sebagai nama organisasi sepakbola, mulai dari tingkat daerah sampai tingkat pusat.
Para pendiri bangsa dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sepakat secara mufakat bahwa terjemahan paling otentik dari sila “Persatuan Indonesia” adalah “Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Konsep negara federal dianggap bertentangan dengan sila “Persatuan Indonesia” sehingga tidak cocok untuk diterapkan di bumi Nusantara, karena hanya akan menimbulkan perpecahan di antara anak bangsa.
Kini sepakbola menjadi olahraga favorit bagi bangsa Indonesia. Meskipun prestasi Tim Nasional Indonesia masih memprihatinkan, namun animo masyarakat Indonesia untuk menonton pertandingan sepakbola sangat besar, melebihi pertandingan olahraga lainnya. Dalam pertandingan sepakbola, masyarakat Indonesia rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan materi untuk mendukung Tim Nasional, sehingga mereka rela membeli atribut kebangsaan dan meneriakkan yel-yel nasionalisme.
Karena sepakbola mempunyai peran besar dalam perumusan sila “Persatuan Indonesia” yang kemudian diterjemahkan dalam “Negara Kesatuan Republik Indonesia”, maka sudah saatnya perhatian terhadap dunia sepakbola ditingkatkan, dengan menjadikan olah raga ini sebagai pintu masuk mengembangkan dan meningkatkan semangat nasionalisme.

sumber:
 1.      Pancasila: Sport and the Building of Indonesia - Ambitions and Obstacles. karya Iani                             Adams.
2.     @farid_mfsf 


Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Pendapat Pro dan Kontra Teori Evolusi

Jenis - Jenis Ikan Channa Asli Indonesia